PENDAHULUAN
Tanah adalah benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair, dan gas yang mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik. Benda alami ini terbentuk oleh hasil kerja interaksi antara iklim, dan jasad hidup terhadap suatu bahan induk yang dipengaruhi oleh relief tempatnya terbentuk dan waktu. Secara ilmiah, tanah merupakan media tempat tumbuh tanaman. Degradasi tanah dan air umumnya merupakan kerusakan atau penurunan kualitas fungsi tanah dan air. Degradasi tanah terjadi karena penjenuhan tanah oleh air, hilangnya unsur hara dari daerah perakaran, terkumpulnya unsur senyawa racun dalam perakaran, dan erosi. Kerusakan air terjadi oleh hilangnya atau mengeringnya sumber air dan menurunnya kualitas air. Dengan adanya kerusakan tanah dan air, maka kita harus memperbaikinya dengan usaha konservasi, antara lain dengan konservasi tanah dan air. Menurut Sitanala Arsyad, Konservasi tanah merupakan penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah mempunyai hubungan erat dengandengan konservasi air. . Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau.
Rekayasa untuk konservasi air pada umumnya dikenakan terhadap permukaan dan lapisan tanah. Hal itu mengingat proses kehilangan air dari tanah serta proses penambahan air kedalam tanah, sebagian besar terjadi melalui permukaan tanah.
  




PEMBAHASAN
Pada dasarnya teknik konservasi dapat dikelompokkan menjadi (i) teknik konservasi vegetatif seperti agroforestri, sistem tumpangsari, dan sistem pertanian lainnya, dan (ii) sipil teknis seperti cekdam, teras dan gulud, serta perlindungan saluran drainase dengan tanaman rumput.

Teknik Konservasi Metode vegetatif
Berbagai teknik konservasi tanah dan air yang mampu mengendalikan erosi dengan menempuh cara vegetatif seperti penanaman lorong (alley cropping), silvipastura dan pemberian mulsa. 

1. Pertanaman Lorong (alley cropping)
Pertanaman lorong (alley cropping) meruapakan sistem bercocok tanam dan konservasi tanah dengan barisan tanaman perdu leguminosa ditanam rapat (jarak 10 sampai 25cm) menurut garis kontur. Tanaman leguminosa difungsikan sebagai tanaman pagar dan tanaman semusim ditanam pada lorong diantara pagar. Dengan pertanaman lorong biaya yang dikeluarkan jauh lebih murah dibandingkan membuat teras bangku, dan efektif menahan erosi. Kelerengan antara 3 sampai 40% dan kedalaman tanah lebih dari 20cm.








2. Silvipastura 
Sistem ini sebenarnya bentuk lain dari tumpangsari tetapi ditanam disela-sela tanaman hutan bukan tanaman pangan melainkan tanaman pangan ternak, seperti rumput gajah, dan setaria. Ada beberapa bentuk silvipastura yang dikenal di Indonesia, antara lain (a) tanaman pakan di hutan tanaman industri, (b) tanaman pakan di hutan sekunder, (c) tanaman pohon-pohonan sebagai tanaman penghasil pakan dan, (d) tanaman pakan sebagai pagar hidup. Pemilihan jenis tanaman dalam sistem ini disesuaikan dengan keinginan petani. Sistem ini diaplikasikan untuk lereng yang agak curam dan curam. Sivilpastura juga berperan dalam usaha pencegahan erosi.











3. Strip Rumput
Strip rumput hampir sama dengan sistem pertanaman lorong, dibuat dengan kontur (sabuk gunung) dan lebar strip 0,5m atau lebih. Sistem ini diterapkan untuk mengurangi tingkat erosi dan sebagai penyedia pakan untuk ternak. Jenis rumput yang digunakan adalah jenis rumput yang tahan naungan dan kekeringan. Sistem ini sangat baik, karena cocok diaplikasikan di daerah manapun baik yang beriklim kering atau basah serta dapat menjaga butir-butir tanah dari benturan air hujan. Strip rumput (vetiver) memberikan efek alellopati terhadap hama seperti tikus, dan mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap tanah yang tidak subur. 





4. Pemberian bahan mulsa
Pemberian mulsa merupakan pencegahan erosi yang efektif, karena mulsa menutupi permukaan tanah agar tahan terhadap benturan butir hujan. Bahan-bahan mulsa dapat diperoleh dari sisa-sisa tanaman maupun plastik. Mulsa befungsi meningkatkan kemampuan tanah menahan air sehingga air lebih tersedia bagi tanaman, memperkuat agregat tanah, menyediakan hara bagi tanaman, mengurangi evaporasi dan meningkatkan infiltrasi serta meningkatkan bahan organik tanah.








  a. pemberian mulsa sisa-sisa tanaman b. Pemberian mulsa plastik

Kesimpulan :
Dari teknik konservasi vegetatif diatas dapat kita ketahui bahwa upaya-upaya dalam pengawetan tanah dan air sangat perlu dilakukan. Namun kita juga selain melakukan sistem pembudidayaan harus tetap melestarikan sumber daya lahan yang ada agar tidak terjadi degradasi lahan yang menyebabkan terjadinya lahan kritis. Dengan metode vegetatif kita dapat menekan laju aliran permukaan, erosi dan menekan biaya yang dikeluarkan. Biaya yang dikeluarkan dalan teknik ini tidaklah besar, kita hanya perlu memanfaatkan tumbuhan yang ada baik yang masih hidup maupun sisa-sisanya.





Teknik Konservasi Dengan Metode Sipil atau Mekanik
Merupakan semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Yang termasuk dalam metode mekanik atau sipil adalah pengolahan tanah (tillage), pengolahan tanah menurut kontur, guludan dan guludan bersaluran menurut kontur, teras, dam penghambat (chek dam, waduk, rorak, tanggul), dan perbaikan drainase.
1. Teras Gulud
Teras gulud merupakan guludan yang dilengkapi dengan rumput penguat dan saluran air pada bagian lereng atasnya. Teras gulud berfungsi sebagai pengendali erosi dan penangkap aliran permukaan dari permukaan bidang olah. Aliran permukaan diserap kedalam tanah didalam saluran air, sedangkan air yang tidak meresap dialirkan ke saluran pembuangan air. Cocok pada lahan dengan kemiringan 10 sampai 40%, dapat juga digunakan pada kemiringan 40 sampai 60% namun kurang efektif.

2. Teras Bangku







Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah dibidangolah sehingga terjadi suatu deretan berbentuk tangga. Ada empat jenis teras bangku antara lain, teras datar, teras miring ke luar, teras miring kedalam, dan teras irigasi.
a) Teras bangku datar adalah teras bangku yang bidan olahnya datar atau yang membentuk sudut 00 dengan bidang horisontal.
b) Teras bangku miring keluar dalah teras bangku yang bidang olahnya miring kearah lereng asli, namun kemiringannya sudah berkurang dari kemiringan asli.
c) Teras bangku miring kedalam adalah teras bangku yang bidang olahnya miring kearah berlawanan dengan lereng asli. Air permukaan yang setiap bidang olahnya mengelir dari bibir teras kesaluran teras dan terus ke saluran pembuangan air. Pembuatan teras ini memerlukan biaya yang banyak karena banyak penggalian bidang olah. Jika dibuat dengan perhitungan yang benar dan matang, teras bangku sangat efektif menanggulangi erosi. 
d) Teras irigasi biasanya diterapkan pada lahan sawah, karena terdapat tanggul penahan air.
 Namun pembuatan teras ini harus diperhitungkan dengan benar dan teliti. Tanah yang akan diolah harus yang stabil, tidak mudah longsor dan tanah memiliki solum lebih besar dari 90cm untuk lereng 60% dan lebih besar dari 40cm jika lereng 10%. Pemeliharaan mudah, yaitu dengan menyulam tanaman tampingan dan bibir teras yang mati, serta memangkas rumput yang tumbuh pada saluran untuk dijadikan makan ternak.












3. Rorak, Saluran Peresapan, 








Rorak merupakan tempat penampung air dan peresapan air, limpasan (run off), dengan ukuran yang kecil maupun sedang dibuat memotong lereng pada bidang olah atau disaluran peresapan. Saluran peresapan berfungsi untuk menampung aliran permukaan dan menambah daya resap air kedalam tanah. Pada saluran terdapat guludan hasil dari penggalian tanah dalam pembuatan saluran tersebut, untuk menjaga kestabilan guludan maka hendaknya ditanami rumput. Rorak dan saluran peresapan mempunyai keuntungan dalam meningkatkan daya resap air ke dalam tanah, mengurangi daya erosi, dapat dilakukan pada tanah-tanah besolum dangkal, dan hasil sedimentasi dapat dimanfaatkan pada musim tanam berikutnya.

4. Waduk 






Waduk sering disebut dengan danau buatan yang besar dengan tinggi bendungan15m. Pembangunan waduk berguna untuk pengendalian banjir, irigasi, PLTA, sumber air minum, perikanan, dan pariwisata.

Kesimpulan :
Dalam mengaplikasikan konservasi tanah dan air menggunakan metode mekanik, kita dapat memperlambat aliran permukaan, memperbesar infiltrasi air, memperbaiki aerasi, menampung dan menyalurkan air permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, dan menyediakan air bagi tanaman. Biaya yang dikeluarkan relative mahal, karena tenaga yang dibutuhkan banyak dan perhitungan pembuatan teras atau bangunan harus tepat.

PENUTUP
Sumber daya tanah, iklim dan air merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya Dalam konservasi tanah dan air, teknik yang digunakan sangatlah membantu dalam pengawetan serta pengelolaan tanah dan air. Rekayasa atau teknik konservasi tanah dan air hanya akan berhasil dengan baik jika dikembangkan dengan baik dan benar secara menyeluruh sesuai dengan keadaan sifat fisik yang terkait dengan air-tanaman dan atmosfer.. Dengan demikian konservasi tanah dan air dapat membuat tanah menjadi stabil, tahan terhadap benturan hujan, mengurangi dan menghambat aliran permukaan, dan mencegah erosi. Konservasi berjalan dari waktu ke waktu, hingga terjadi peralihan dari konservasi tanah dan air dengan metode vegetatif menuju mekanik. Keadaan ini disebabkan oleh adanya sedimentasi didaerah vegetasi penghambat pada lereng yang membentuk suatu pola teras seperti pada gambar dibawah ini: 








DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Sitanala.1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB: Bandung
http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/download/jukniskta.pdf
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/03/rekayasa_teknik_m anajemen_konservasi_tanah_dan_air_indonesia.pdf
http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/lahankering/berler eng5.pdf
http://soil.faperta.ugm.ac.id/tj/1991/1999%20mema.pdf
http://matematika.brawijaya.ac.id/web/cms/index2.php?option=com_docm an&task=doc_view&gid=168&Itemid=76
http://www.bintek-nspm.com/download/7.Perencanaan-Teknik-Lanskap- Jalan.pdf

Pendahuluan
Daerah Aliran Sungai (Watershed), yang banyak dikenal dengan istilah DAS pada dasarnya merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas daratnya merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh oleh aktivitas daratan. Perubahan tata guna lahan daerah aliran sungai memberikan pengaruh cukup dominan terhadap debit banjir (Jayadi 2000). Karena dengan adanya alih fungsi lahan resapan air semakin berkurang, dan hal ini sangat perlu diperhatikan.
DAS
Air sungai berasal dari hujan yang masuk kedalam alur sungai berupa aliran permukaan, aliran air dibawah permukaan, aliran air bawah tanah dan butir-butir hujan yang langsung jatuh kedalam alur sungai. Debit aliran sungai akan naik setelah terjadi hujan yang cukup, kemudian akan turun kembali setelah hujan selesai. Secara umum gambaran naik dan turunnya debit sungai setelah hujan dapat digolongkan kedalam beberapa tipe:
Tipe0: setelah terjadi hujan tidak terjadi kenaikan aliran sungai, debit sungai terus berkurang. Intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi.Jumlah air infiltrasi lebih kekurangan kandungan air tanah dan tidak ada penambahan air bawah tanah. Maka tidak terjadi kenaikan debit sungai dan debit sungai menurun terus.
Tipe1: intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi dan tidak terjadi aliran permukaan. Jumlah air infiltrasi lebih besar dari pada kekurangan air tanah dan oleh karenanya terjadi penambahan air bawah tanah, diikuti oleh meningkatnya aliran sungai atau memperlambat penurunan debit sungai. Kenaikan debit disebabkan oleh air hujan yang jatuh langsung di dalam alur sungai.
Tipe2: intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi dan aliran permukaan terjadi, tetapi jumlah infiltrasi kurang dari kekurangan air tanah sehingga tidak terjadi penambahan aliran air bawah tanah. Penurunan air bawah tanah terus, debit aliran air sungai naik dengan cepat oleh aliran permukaan.
Tipe3: intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi dan aliran permukaan terjadi. Jumlah air infiltrasi melebihi kekurangan air tanah sehingga terjadi penambahan ketinggian permukaan air bawah tanah.

Fungsi DAS antar lain sebagai transmisi air, menyangga hujan puncak, melepas air secara perlahan, mempertahankan kualitas air, dan mengurangi kehilangan massa tanah. Perubahan sifat tanah pada daerah sepandan sungai maupun daerah resapan menjadi kawasan terbangun atau budidaya dapat menimbulkan debit sungai naik. Ini disebabkan adanya kapasitas infiltrasi berkurang dan terjadi aliran permukaan yang membawa material-material tanah ke dalam sungai kemudian mengendap.
Alih fungsi lahan pada kawasan konservasi menjadi kawasan terbangun dapat menimbulkan banjir, tanah longsor dan kekeringan. Banjir merupakan aliran atau genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi bahkan dapat menyebabkan kehilangan jiwa (Asdak, 1995). Aliran atau genangan air ini dapat terjadi karena adanya luapan-luapan pada daerah di kanan atau kiri sungai akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup bagi debit aliran yang lewat. Hal tersebut terjadi karena pada musim penghujan air yang jatuh pada daerah tangkapan air (cacthments area) tidak banyak yang dapat meresap kedalam tanah melainkan lebih banyak melimpas sebagi debit air sungai. Jika debit sungai ini terlalu besar dan melebihi kapasitas tampang sungai, maka akan menyebabkan banjir bahkan dapat menyebabkan longsor pada daerah sekitar tebing sungai. 
Peningkatan debit banjir juga dapat berdampak pada kegagalan bangunan pengendali banjir (waduk, bendung, tanggul, saluran drainase, dll). Hal ini disebabkan karena bangunan pengendali banjir tidak mampu menahan beban akibat debit banjir yang telah mengalami peningkatan akibat perubahan tata guna lahan. Oleh karena itu, untuk mengatasi peningkatan debit aliran sungai perlu dilakukan konservasi tanah dan air serta pengelolaan DAS.
Pengelolaan DAS adalah upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan manfaat sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS dan konservasi tanah dan air merupakan “alat” untuk tercapainya pembangunan sumberdaya air dan tanah yang berkelanjutan. 
Pengelolaan DAS
Pengelolaan DAS dapat dilakukan dengan cara manajemen yang tepat pada lingkungan sungai, yaitu perencanaan peruntukan lahan daerah sepandan sungai yang dilakukan bersama dinas atau instansi terkait menyusun penetapan garis sempadan dan rencana peruntukan lahan daerah sempadan sungai sesuai dengan Rencana detail Tata Ruang Daerah dalam rangka pengamatan fungsi sungai, pengendalian penggunaan lahan sepandan sungai yaitu dengan melakukan pengendalian dan penertiban penggunaan lahan di daerah sempadan sungai bersama dinas atau instansi terkait, dan pelestarian biota air dengan cara mengupayakan peningktan kondisi sungai yang kondusif untuk pertumbuhan biota air.
Dengan adanya pengelolaan, perencanaan yang tepat dan berkelanjutan, diharapkan dapat mengatasi naiknya debit air sungai walaupun intensitas curah hujan besar dengan waktu yang lama. 
Kesimpulan 
Alih fungsi lahan dapat menyebabkan peningkatan debit aliran sungai pada DAS. Peningkatan debit air secara umum digolongkan beberapa tipe antara lain tipe0, tipe1, tipe2, dan tipe3 dengan membandingkan intensitas hujan yang turun, infiltrasi dan aliran permukaan. Untuk mengatasi peningkatan debit aliran sungai dilakukan manajemen lingkungan sungai dalam pengelolaan DAS secara terpadu.
Daftar Pustaka
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bandung 
Susanto, Hery Awan dan Suroso.2006. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran (On-line).http://jurnalsipiluph.files. wordpress.com/2006/12/vol3-no2-naskah_3.pdf diakses 25 Maret 2010.
Tiara, Mohamad Dion. 2009.Pengelolaan Daerah Aliran Sungai : ”Kajian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang Terintegrasi Antara Konsep Dan Realisasi. (On-line).http://diondalampenelitian.blogspot.com/2009/01/pengelolaan-daerah- aliran- sungai-kajian.html diakses 25 Maret 2010.